Oleh :
Hikmah Nurbaeti
Abstrak :
Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Peserta didik belajar melalui suatu proses belajar yang berlangsung secara bertahap dimulai dari timbulnya motivasi, dilanjutkan perhatian pada pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, diakhiri dengan melaksanakan tugas belajar dan memberikan umpan balik atas hasil belajar. Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan non formal dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya.
PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan manusia yang bersifat positif dapat dianggap bahwa mereka telah melakukan proses pendidikan.
Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan keiman dan ketakwaan. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai makhluk individu, sosial dan beragama.
Di sinilah peran lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam mewujudukan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan sepanjang hayat manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman yang telah dialami. Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia, semua manusia baik yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Menurut pendapat Sudjana (2001: 217-218) pendidikan sepanjang hayat memberikan arah supaya pendidikan nonformal dikembangkan di atas prinsip-prinsip pendidikan di bawah ini :
1. Pendidikan hanya akan berakhir apabila manusia telah meninggal dunia.
2. Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara terorganisi dan sistimatis.
3. Kegiatan belajar bertujuan untuk mempeoleh, memperbaharui, dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang telah dimiliki.
4. Pendidikan memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan belajar dan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap manusia yang melakukan kegiatan belajar.
5. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia, baik untuk meningkatkan kemampuannya, agar manusia selalu melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Tahap Proses Belajar Pendidikan Sepanjang Hayat
Tahapan belajar manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama ialah proses belajar yang tidak dapat dilihat oleh panca indera, karena proses belajar terjadi dalam pikiran seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar. Proses ini sering disebut dengan proses intern. Bagian yang kedua disebut proses belajar ekstern, proses ini dapat menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut Suprijanto (2007) proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan yaitu :
1. Motivasi
Yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak akan berjalan dengan baik. Jika demikian halnya, pendidik harus menumbuhkan minat belajar tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
2. Perhatian pada Pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila hal itu tidak terjadi maka proses belajar akan mengalami hambatan. Perhaian peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.
3. Menerima dan Mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan dan pengingatan ini, seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran , dan interverensi.
4. Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informsasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang mengesankan.
5. Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
6. Menerapkan Apa yang Telah Diajarkan serta Umpan Balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahai dan dapat menerapkan apa yang telah diajarkan. Untuk meyakinkan bahwa peserta didik telah benar-benar memahami, maka pembimbing dapat memberikan tugas atau tes yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Tes yang diberikan pun dapat berupa tes tertulis maupun lisan. Selanjutnya, pendidik berkewajiban memberikan umpan balik berupa penjelasan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan umpan balik seperti itu, peserta didik dapat mengetahui seberapa ia memahami apa yang diajarkan dan dapat mengoreksi dirinya sendiri.
C. Membentuk Kemandirian Melalui Pendidikan Sepanjang hayat.
Setiap manuusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup mandiri. Di awal kehidupannya, ia akan membutuhkan bantuan dari orang lain, bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia akan sangat membutuhkan peran keluarga dan orang-orang di sekitarnya agar dapat membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain, sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri.
Menurut Sudjana (2001: 227-228) perubahan sikap dan perilaku di atas, yaitu dari menggantungkan diri kepada orang lain ke arah sikap yang mandiri, merupakan indikator orang terdidik. Di pihak lain seseorang yang hidupnya hanya menggantungkan diri kepada orang lain di sebut orang yang belum atau tidak terdidik.
Pembelajaran merupakan proses yang meliputi mengajar dan belajar. Belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dan abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi (Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF, 2006: Vol. 1) Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga mampu menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami perubahan dari yang sebelumnya selalu tergantung kepada orang lain menjadi manusia yang mandiri, bahkan justru akan mampu membantu orang lain. Perubahan seperti ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat selama manusia tersebut masih hidup. Namun pada kenyataannya, sebagian besar manusia berhenti belajar setelah mereka merasa cukup dewasa. Padahal pada dasarnya perubahan-perubahan sikap menuju arah yang lebih baik harus selalu dilakukan untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan-perubahan yang timbul seperti halnya perubahan dalam bidang kemajuan teknologi dan pengetahuan. Mereka yang terus melakukan proses belajar akan dapat mengikuti perubahan yang ada, sedangkan mereka yang berhenti untuk belajar akan merasakan kesulitan dalam menghadapi perubahan dan akan cenderung menjadi manusia yang kurang mandiri.
Sudjana (2001: 228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik perlu dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan lingkungannya. Program-program pendidikan non formal diarahkan untuk memotivasi peserta didik dalam upaya mengaktualisasi potensi diri, berpikir, dan berbuat positif terhadap lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi lingkungan.
PENUTUP
Pendidikan sepanjang hayat (life long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang dilakukann oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan sepanjang hayat merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia selalu belajar melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau pengalaman yang telah dialami. Konsep pendidikan sepanjang hayat tidak mengenal batas usia, semua manusia baik yang masih kecil hingga lanjut usia tetap bisa menjadi peserta didik, karena cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Tujuan dari proses belajar sepanjang hayat adalah untuk mengembangkan diri, memberikan kemampuan peserta didik untuk berbuat seperti orang lain, membebaskan dari kebodohan, menjadi manusia yang kreatif, sensitive, dan dapat berperan aktif dalam proses pembangunan. untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan diri, memberikan kemampuan kepada peserta didik agar dapat berbuat seperti orang lain, menumbuhkan sikap mandiri, terampil, terbuka terhadap perubahan kemajuan teknologi, untuk mendorong inklusi sosial dan keperluan masyarakat, bagaimana pendidikan masyarakat dapat berkontribusi untuk membangun masyarakat yang demokratis dan adil (Adult Education Quarterly, 2005: vol. 55)
DAFTAR PUSTAKA
Hill, Lilian H.2005. Community Education, Lifelong Learning, and Social Inclusion. Adult Education Quarterly, volume 5 nomor 2, February 2005: 151-153.
Siswoyo, Dwi, Dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sudjana. 2001. Pendidikan Luar Sekolah.Bandung: Falah Production.
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyujati, Bertha Bintari. 2006. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF, Volume 1 Nomor 1: 91-98.